24 January 2024
Transformasi Transportasi Jabodetabek: 40 Kawasan Elit Dapat Layanan Transportasi Umum pada 2024"
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki rencana ambisius untuk menyediakan layanan transportasi umum di 117 titik kawasan elit di Jabodetabek. Tahun ini, fokusnya adalah mencapai target 40 titik yang akan dilayani.
Plt Kepala BPTJ Kemenhub, Suharto, menegaskan bahwa program ini akan dipercepat dalam waktu 3 tahun, dengan setiap tahunnya menargetkan pelayanan di sebanyak 40 titik kawasan elit. Proyek ini diharapkan dapat rampung pada tahun 2026.
Tidak semuanya selesai di 2024, maka kami susun ke dalam beberapa staging. Tahun 2024, kami akan fokus ke 40 kawasan, 2025 juga akan dikembangkan untuk 40 kawasan. Sisanya akan kami layani di 2026," ungkap Suharto pada Rabu (14/1/2024).Setelah mencapai target tahun ini, langkah selanjutnya adalah meningkatkan integrasi dengan layanan transportasi di Jakarta.
Selain itu, BPTJ juga mempertimbangkan kemungkinan pemberian subsidi, salah satunya melalui account based ticketing (ABT).
Tahapan berikutnya, maka perlu adanya subsidi atau intervensi dari pemerintah, dan salah satunya melalui account based ticketing (ABT)," ungkap Suharto.
Dalam rangka mencapai tujuan ini, BPTJ berencana melakukan rapat koordinasi dengan pengelola kawasan elit, mal, dan penyedia jasa transportasi. Suharto ingin menggali berbagai upaya pengembangan layanan, termasuk integrasi dengan proyek-proyek seperti JR Connexion dan Transjabodetabek.
Tidak hanya itu, kami juga perlu mendapat masukan penentuan titik naik turun penumpang JRC pada area pemukiman dan Transjabodetabek pada mal. Apakah didalam area pemukiman/pusat perbelanjaan, diluar atau dipinggiran," tambah Suharto.
Sinergi Penting: Pengembang Pemukiman, Operator, dan Mall Bersatu untuk Transformasi Layanan Transportasi di Jabodetabek"
Peran aktif pengembang pemukiman, operator transportasi, dan pihak mall menjadi kunci dalam penyediaan layanan transportasi di wilayah Jabodetabek. Dalam suatu pertemuan, para pelaku industri ini menyatakan ketertarikannya untuk berkolaborasi dalam menyediakan layanan Jabodetabek Regional Commuter (JRC).
Pada kesempatan tersebut, operator Bus Alfaomega, Onny Febriananto, mengungkapkan apresiasinya kepada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) atas inisiatif tersebut. Dia menyatakan optimisme bahwa dengan adanya kerja sama, 117 pemukiman yang direncanakan akan mendapatkan layanan JRC dapat menjadi solusi untuk menggeser penggunaan kendaraan pribadi menuju angkutan umum massal.
"Sangat mendukung rencana perluasan layanan JRC. Kami sangat mendukung program BPTJ ini dan hal tersebut inline dengan visi dan misi kami selaku pelaku pembangunan pemukiman. Kedepan kami berharap JRC, JAC, dan Transjabodetabek dapat terus diperluas jangkauannya. Hal ini tentunya agar dapat memindahkan penghuni perumahan di area kami dari kendaraan pribadi ke angkutan umum," jelas Marcus, perwakilan dari pengembang pemukiman Lippo Cikarang, yang juga turut menyampaikan dukungan terhadap inisiatif tersebut.
Optimalkan Potensi: BPTJ Menilai Potensi Layanan Angkutan Umum di Jabodetabek Capai 7,9 Juta, Namun Baru Tercover 7,3 Juta"
Berdasarkan analisis Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), teridentifikasi bahwa potensi layanan angkutan umum di wilayah Jabodetabek mencapai 7,9 juta, namun saat ini baru 7,3 juta yang tercover. Dari jumlah tersebut, lebih dari 65% sudah terlayani di DKI Jakarta, sementara di luar Jakarta baru mencapai 5%.
Plt Kepala BPTJ, Suharto, menjelaskan bahwa kendaraan pribadi masih mendominasi, yang menjadi penyebab utama kepadatan lalu lintas pada hari dan jam kerja di Jakarta. Akibatnya, tingginya tingkat polusi dan emisi dari kendaraan bermotor di wilayah ini.
"Di Jabodetabek, potensi bangkitan ada di pusat pemukiman, mulai dari pemukiman sederhana hingga mewah," tambah Suharto, menyoroti bahwa pergeseran prioritas saat ini adalah meningkatkan target moda berbagi sebesar 60% pada tahun 2029. Upaya ini mencakup restrukturisasi program angkutan umum dan mengalihkan perhatian masyarakat dari kendaraan pribadi menuju layanan transportasi umum di pemukiman yang dianggap memiliki potensi besar.