24 January 2024
Pada Selasa, 23 Januari 2024, indeks dolar Amerika Serikat (USD) menguat. Para pedagang memproyeksikan kemungkinan besar Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga stabil pada Maret 2024, menurut alat CME Fedwatch.
Menurut Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, "The Fed juga diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya pada pertemuan minggu depan. Namun sebelum The Fed, pasar harus bersaing dengan data ekonomi utama AS minggu ini."
Data PDB AS kuartal terakhir 2024 yang dirilis hari Kamis diperkirakan menunjukkan penurunan pertumbuhan. Sementara itu, data indeks harga PCE, ukuran inflasi pilihan The Fed, akan dirilis Jumat, dan kemungkinan akan memastikan bahwa inflasi tetap stabil di bulan Desember.
Ibrahim memperingatkan bahwa suku bunga The Fed yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama bisa menjadi sinyal negatif bagi mata uang Asia. Negara-negara di wilayah tersebut cenderung menarik modal dari aset berisiko tinggi dan berimbal hasil tinggi.
Dalam konteks lain, laporan Bloomberg menyatakan bahwa Beijing sedang mempertimbangkan paket dukungan sebesar 2 triliun yuan (USD 278 miliar) untuk saham-saham Tiongkok. Ibrahim menyatakan bahwa laporan ini meningkatkan optimisme terkait dukungan lebih lanjut
terhadap perekonomian Tiongkok, yang dapat menjaga permintaan komoditas di negara tersebut tetap kuat dalam beberapa bulan mendatang.
Dalam dua tahun terakhir, perlambatan ekonomi di Tiongkok telah menjadi beban besar bagi harga komoditas karena kehati-hatian pasar terhadap potensi penurunan minat terhadap logam merah dari negara tersebut.
Rupiah mencatat penutupan yang stagnan pada perdagangan sore ini, meskipun sebelumnya mengalami pelemahan sebesar 35 poin, mencapai level Rp. 15.637 dari penutupan sebelumnya di level Rp. 15.602.
Menyikapi prospek perdagangan besok, Ibrahim memproyeksikan bahwa nilai Rupiah akan mengalami fluktuasi, namun diperkirakan akan ditutup dengan pelemahan dalam kisaran Rp. 15.610 hingga Rp. 15.660.
Ibrahim mengungkapkan, perkembangan cadangan devisa Indonesia pada 2024 akan terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melambat dan harga komoditas yang diperkirakan melandai.
"Pertumbuhan cadangan devisa penting untuk menjaga ketahanan mata uang rupiah dalam mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makro dan sistem keuangan di dalam negeri," ungkap Ibrahim.
Tercatat, posisi cadangan devisa Indonesia mencapai USD 146,4 miliar pada akhir Desember 2023, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2023 sebesar USD 138,1 miliar.
Posisi cadangan devisa di Desember itu setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor dan 6,5 bulan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Capaian cadangan devisa tersebut juga berada di atas standar kecukupan yang disepakati secara internasional yaitu sebesar tiga bulan impor.
Selanjutnya, harga minyak mentah dunia juga diperkirakan akan sedikit menurun di 2024, sejalan dengan penurunan permintaan konsumsi industri dan energi.
"Sementara itu untuk produksi batu bara kemungkinan akan melebihi permintaan terutama dengan menurunnya permintaan dari Tiongkok sebagai salah satu konsumen terbesar batu bara global," lanjutnya.
Adapun pelemahan eekonomi Tiongkok yanybjuga akan ikut mempengaruhi harga logam dasar yang tentu akan ikut mempengaruhi harga nikel secara umum.
"Kondisi yang sama juga diproyeksikan pada harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang berpotensi akan mengalami penurunan pada 2024," tambah Ibrahim.
Seperti diketahui, kondisi ekonomi global dipengaruhi oleh beberapa kinerja negara-negara ekonomi utama seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Tiongkok.
Ibrahim menyebut, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada 2024 diproyeksikan akan sedikit terkoreksi. Meskipun demikian, probabilitas resesi di negara tersebut relatif lebih menurun jika dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan mempunyai sinyal lebih positif pada 2024 jika dibandingkan dengan 2023. Penurunan Tingkat inflasi yang lebih cepat terjadi pada tahun lalu dan kondisi tersebut dapat mempercepat kebijakan pelanggaran moneter oleh European Central Bank pada 2024.